Minggu, 13 November 2016

dakwah kultural



Dakwah Kultural

Dakwah kultural adalah : Dakwah yang dilakukan dengan cara mengikuti budaya-budaya kultur masyarakat setempat dengan tujuan agar dakwahnya dapat diterima di lingkungan masyarakat setempat. Dakwah kultural juga bisa berarti: Kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka menghasilkan kultur baru yang bernuansa Islami atau kegiatan dakwah dengan memanfaatkan adat, tradisi, seni dan budaya lokal dalam proses menuju kehidupan Islami.  Dakwah kultural ini hukumnya syah-syah saja asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai syar’i yang sudah baku, misalnya masalah aqidah. Sebab apabila dakwah yang kita anggab kultural ini kemudian kita salah menafsirkannya, maka yang terjadi adalah kefatalan.
              Misalnya saja kita berdakwah dengan harus mengikuti budaya agama lain yang dapat menggugurkan nilai aqidah kita, maka dakwah semacam ini tidak boleh dilakukan. Sejarah dakwah kultural sebagaimana yang dilakukan di awal Islam masuk ke wilayah Jawa, dimana bangsa Indonesia saat itu kaya dengan tradisi animisme dan dinamisme, maka para pelaku dakwah kita yang terlalu lentur dalam menjalankan dakwah kulturalnya mengakibatkan ajaran Islam yang sudah sempurnya menjadi terkotori oleh budaya setempat. Hal ini merupakan kesalahan fatal yang tidak boleh dicontoh dalam melakukan dakwah. Semaraknya ibadah bid’ah yang ada sekarang adalah merupakan warisan dari metode dakwah kultural yang diterapkan tanpa memperhatikan nilai-nilai aqidah. Sementara itu bagi menggemar bid’ah yang merasa itu sudah benar sulit diingatkan. Demikian juga dengan ulama’ ahlul bid’ahnya, mereka tidak berani mengatakan yang sebenarnya bahwa ibadah yang dilakukan itu bertentangan dengan nilai nilai aqidah Islam. Semoga allah memberikan ampunan bagi para da’i kita, yang kami yakin bahwa, mereka tidak punya tujuan untuk mewarisi bid’ah sebagaimana yang banyak di anut oleh kelompok ahlul bid’ah sekarang.
             Dakwah kultural sebenarnya meruapakan metode yang baik untuk dilakukan baik di masyarakat desa maupun di lingkungan masyarakat kota, baik yang berfikiran primitif maupun yang sudah modern. KH. Ahmad Dahlan termasuk sosok muballigh yang dalam menyampaikan dahwahnya dengan menggunakan metode dakwah kultural pada sekitar tahun 1912-san. Karena beliau menyadari bahwa metode dakwah yang tepat saat itu hanyalah metode dakwah kultural. Namun karena kehati-hatiannya dengan masalah aqidah, walaupun menggunakan metode dakwah kultural, tetap nilai-nilai Islam tidak terlukai oleh model dakwah yang dilakukan. Justru sebaliknya dengan dakwah itulah, maka beliau dapat membersihkan nilai-nilai ajaran Islam dari pengaruh budaya kultural setempat. Model dakwah kultural sebagaimana diterapkan KH. Ahmad Dahlan inilah yang harus kita contoh


Dakwah yang dikembangkan oleh wali songo  dengan berbalut budaya pada praktiknya memudahkan penerimaan masyarakat dan tidak memunculkan benturan budaya dan resistensi yang berarti di masyarakat, banyak contih yang telah di lakukan oleh wli songo.
Sunan kalijaga misalnya, merajut nilai-nilai islam kedalam cerita wayang pada masa lalu masih menjadi polemik. Model dakwah wali songo mungkin di anggap baru di indonesia, tapi bukan yang pertama dala khazana islam. Karena rasulullah sudah lebih dahulu mencontoh dakwah dengan memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Beliau cerdik memahami kondisi masyarakat yang saat itu masih diselimuti oleh tradidi dan adat lama,
Contoh dakwah kultural yang dilakukan rasulullah adalah takkala pada suatu hari salah seorang kepala suku aran ingin masuk islam, namun sang elit tradisional ini khawatir jikalau tradisi dan nilai budayanya bertentangan dengan islam, lalu di campakkan. Menghadapi kegalauan hati kepala suku tersebut rasulullah bersikap lunak dengan memperbolehkan melanjutkan budaya dan tradisi mereka dengan memberi syarat yang terdiri dari dua kaka “ jangan bohong” kepala suku itu tidak menduga betapa mudahnya mennjadi seorang muslim, dan ia pun segera bersyahadat, lambat laun sang pemegang adat dan kultur yang kuat itu menjadi muslim yang saleh.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kultural lama tidak serta merta  dihapis dengan datangnya islam, kendati demikian dakwah kultural bukan berarti tenggelam dalam budaya kotemporer. Dakwah harus tetap sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai dan ruh islam, serta tidak mencampurkan antara yang hak dan yang batil. Islam tetap menghartgai kultur sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip ruh islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar