KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Allah SWT.,
anugrahkan kepada kita, kenikmatan iman dan pikiran tercurah kepada kita
melalui rahmat-Nya. Dan tak lupa pula shalawat beserta salam kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., atas berkat perjuangan Beliulah kita
dapat merasakan nikmat Islam seperti yang kita rasakan pada hari ini.
Guna memperdalam pemahaman tentang
mata kuliah Psikologi Agama maka,kami menyusun makala yang meliputi: pengertian
usia lanjut dan perkembangan agama pada usia lanjut.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen Khatil Quran, bapak Syamsul Rizal M,pd. yang telah membimbing kami sehingga dapat
menyelesaikan sebuah makalah individu yang berhubungan dengan Psikologi Agama.
Ucapan terima kasih juga kami ucapkan bagi semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Curup,
29 September 2015
Penyusun
Daftar Isi
Kata
pengantar ......................................................................................................................
Daftar Isi ........................................................................................................................
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar
Belakang ...................................................................................................
B. Rumusan
Masalah ..............................................................................................
C. Tujuan ................................................................................................................
BAB II Pembahasan
1. Pengertian
Kaligrafi ...........................................................................................
2. Sejarah
Kaligrafi ................................................................................................
3. Macam-macam
Kaligrafi ....................................................................................
4. Jenis-jenis
perlombaan dan contohnya ...............................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ........................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kaligrafi
merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat
jasmani. Kaligrafi atau khath, dilukiskan sebagai kecantikan rasa, penasehat
pikiran, senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan berbagai masalah kehidupan.
Oleh sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam tubuh manusia”.
Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa membaca dan “menulis”
merupakan perintah Allah SWT yang pertama diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5, yaitu:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam[1589], 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia
dengan perantaraan tulis baca.
Dapat
dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan yang erat dengan seni kaligrafi.
Dapat juga dikatakan bahwa kalam sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Wahyu
tersebut merupakan “sarana” al-Khaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada
manusia untuk membaca dan menulis. Tentang asal-usul kaligrafi itu sendiri,
banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan
kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang paling
tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi Adam As-lah yang
pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah SWT,
sebagaiman firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 31:
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam
Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Di
samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan lainnya, misalnya saja,
banyak yang percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa.
Nama Sanskerta adalah Devanagari, yang berarti “bersangkutan dengan kota para
dewa”. Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan
perubahan watak manusia.
Akhirnya
muncul tafsiran-tafsiran baru tentang asal-usul tulisan indah atau kaligrafi
yang lahir dari ide “menggambar” atau “lukisan” yang dipahat atau dicoretkan
pada benda-benda tertentu seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya
gambar-gambar yang mengandung lambang-lambang dan perwujudan dari
keadaan-keadaan tertentu yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang
dapat diusut sebagai awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem
atau aturan tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif
Mesir Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat
primitif.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian kaligrafi secara lebih
global ?
2.
Bagaimana sejarah kaligrafi ?
3.
Apa saja macam-macam kaligrafi ?
4.
Apa saja jenis-jenis perlombaan
kaligrafi dan contohnya ?
C.
Tujuan
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tujuan yang
akan dicapai sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian kaligrafi,
2. Untuk
mengetahui sejarah kaligrafi,
3. Untuk
mengetahui macam-macam kaligrafi,
4. Untuk
mengetahui jenis-jenis perlombaan kaligrafi beserta contohnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kaligrafi
Kaligrafi
Islam, yang dalam juga sering disebut sebagai kaligrafi Arab, merupakan suatu
seni artistik tulisan tangan, atau kaligrafi, serta meliputi hal penjilidan, yang
berkembang di negera-negera yang umumnya memiliki warisan budaya Islam. Bentuk
seni ini berdasarkan pada tulisan Arab, yang dalam waktu lama pernah digunakan
oleh banyak umat Islam untuk menulis dalam bahasa masing-masing. Kaligrafi
adalah seni yang dihormati di antara berbagai seni rupa Islam, karena merupakan
alat utama untuk melestarikan Al-Qur'an. Penolakan penggambaran figuratif
karena dapat mengarah pada penyembahan berhala, menyebabkan kaligrafi dan
penggambaran abstrak menjadi bentuk utama ekspresi seni dalam berbagai budaya
Islam, khususnya dalam konteks keagamaan. Sebagai contoh, kaligrafi nama Tuhan
diperkenankan sementara penggambaran figuratif Tuhan tidak diizinkan. Karya
kaligrafi banyak dijadikan koleksi dan adalah hasil seni yang dihargai.
Kaligrafi
Arab, Persia dan Turki Utsmaniyah memiliki hubungan dengan motif arabesque
abstrak yang terdapat di dinding-dinding dan langit-langit masjid maupun di
halaman buku. Para seniman kontemporer di dunia Islam menggali warisan
kaligrafi mereka dan menggunakan tulisan kaligrafi atau abstraksi dalam
berbagai karya seni mereka.
2.
Sejarah
Kaligrafi
Ungkapan
kaligrafi diambil dari kata Latin “kalios” yang berarti indah, dan “graph” yang
berarti tulisan atau aksara. Dalam bahasa Arab tulisan indah berarti “khath”
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “calligraphy”. Arti seutuhnya kata
kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal,
letak-letaknya dan cara-cara penerapannya menjadi sebuah tulisan yang tersusun.
Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis sebagaimana menulisnya dan
membentuknya mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah
dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya. Sedangkan pengertian kaligrafi
menurut Situmorang yaitu suatu corak atau bentuk seni menulis indah dan
merupakan suatu bentuk keterampilan tangan serta dipadukan dengan rasa seni
yang terkandung dalam hati setiap penciptanya.
Kaligrafi
merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat
jasmani. Kaligrafi atau khath, dilukiskan sebagai kecantikan rasa, penasehat
pikiran, senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan berbagai masalah kehidupan.
Oleh sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam tubuh manusia”.
Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa membaca dan “menulis”
merupakan perintah Allah SWT yang pertama diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, yang tertuang dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5, yaitu:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam[1589], 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia
dengan perantaraan tulis baca.
Dapat
dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan yang erat dengan seni kaligrafi.
Dapat juga dikatakan bahwa kalam sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Wahyu
tersebut merupakan “sarana” al-Khaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada manusia
untuk membaca dan menulis.
Tentang
asal-usul kaligrafi itu sendiri, banyak pendapat yang mengemukakan tentang
siapa yang mula-mula menciptakan kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut
cerita-cerita keagamaanlah yang paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar
Arab mencatat, bahwa Nabi Adam As-lah yang pertama kali mengenal kaligrafi.
Pengetahuan tersebut datang dari Allah SWT, sebagaiman firman-Nya dalam surat
al-Baqarah ayat 31:
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
31. dan Dia mengajarkan kepada Adam
Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para
Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Di
samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan lainnya, misalnya saja,
banyak yang percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa.
Nama Sanskerta adalah Devanagari, yang berarti “bersangkutan dengan kota para
dewa”. Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan
perubahan watak manusia.
Akhirnya
muncul tafsiran-tafsiran baru tentang asal-usul tulisan indah atau kaligrafi
yang lahir dari ide “menggambar” atau “lukisan” yang dipahat atau dicoretkan
pada benda-benda tertentu seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya
gambar-gambar yang mengandung lambang-lambang dan perwujudan dari
keadaan-keadaan tertentu yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang
dapat diusut sebagai awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem
atau aturan tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif
Mesir Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat
primitif.
Pada
mulanya tulisan tersebut berdasarkan pada gambar-gambar. Kaligrafi Mesir Kuno
yang disebut Hieroglyph berkembang menjadi Hieratik, yang dipergunakan oleh
pendeta-pendeta Mesir untuk keperluan keagamaan. Dari huruf Hieratik muncul
huruf Demotik yang dipergunakan oleh rakyat umum selama beberapa ribu tahun.
Tulisan yang ditemukan 3200 SM di lembah Nil ini bentuknya tidak berupa
kata-kata terputus seperti tulisan paku, tetapi disederhanakan dalam
bentuk-bentuk gambar sebagai simbol-simbol pokok tulisan yang mengandung isyarat
pengertian yang dimaksud. Kaligrafi bentuk inilah yang diduga sebagai cikal
bakal kaligrafi Arab.
Pembentukan
huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal Islam memakan
waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M, 328 M dan 512 M
menunjukkan kenyataan tersebut. Dari inskripsi-inskripsi yang ada, dapat
ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari huruf Nabati yaitu huruf orang-orang
Arab Utara yang masih dalam rumpun Smith yang terutama hanya menampilkan
huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab Utara yang mendiami Hirah dan Anbar
tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke wilayah-wilayah selatan Jazirah
Arab. Perkembangan kaligrafi pada tiap-tiap priode:
1.
Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M)
Beberapa
ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat
dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya
utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu
Mudawwar (bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun dari
segitiga dan bundar). Dari tiga inipun hanya dua yang diutamakan yaitu gaya
kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya Muqawwar berciri lembut, lentur dan
gaya Mabsut berciri kaku dan terdiri goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua
gaya inipun menyebabkan timbulnya pembentukan sejumlah gaya lain lagi
diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh (inskriptif). Gaya Masyq
dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan karena
kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi
baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf
maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’ (lurus-lurus), Muwarraq
(berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam), Mutarabith Mu’aqqad (terlilit
berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami perkembangan luar
biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal keragaman gaya baru maupun
penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-Qur’an, kitab-kitab agama,
surat-menyurat dan lainnya.
Diantara
kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan kursif adalah
Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan
Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya
lain sehingga menjadi lebih sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus
ditulis dengan pena besar pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau
kertas) yang tidak terpotong. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis
para khalifah kepada amir-amir dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan
tulisan Jalil yang berciri miring digunakan oleh masyarakat luas.
Sejarah
perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh karena khilafah
pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah menghancurkan sebagian besar
peninggalan-peninggalannya demi kepentingan politis. Hanya ada beberapa contoh
tulisan yang tersisa seperti prasasti pembangunan Dam yang dibangun Mu’awiyah,
tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang
dibangun Khalifah Hisyam dan lain-lain.
2.
Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Gaya
dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini
semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang
hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn
Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M).
Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan
Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu
Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan
huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun
kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu
Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir.
Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya
yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri
dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu :
titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat
berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang
berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam
as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang
merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai
karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Usaha
Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya
Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian
lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang
sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf
bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan khat
Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang
tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al-Qur’an dan fragmen duniawi saja.
Pada
masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan metode baru
dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya
pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah
hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol.
Pemakaian
kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata,
jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat
ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang
tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen
dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi
unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme
dan Sasania.
3.
Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain
di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah
timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam
(al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir,
termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi
yang berbeda. Gaya kaligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang
berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh
Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang
ada bersifat konservatif.
Sementara
bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol
dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat
segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu
Khan yang telah memeluk agama Islam, tradisi kesenian pun dibangun kembali.
Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan
kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan
al-Qur’an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang
dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya
Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah
al-Suyufi dan lain-lain.
Dinasti
Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah
yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun
setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang
istimewa. Ia mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan
penyalinan al-Qur’an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara
ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra’I yang menyalin
al-Qur’an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri
yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka.
Dinasti
Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh
Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736.
pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan
pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal khat
Farisi. Gaya baru yang dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat
pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi
tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia.
Di
Kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa
tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris
horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis vertikalnya yang ramping.
Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi
tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini
mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan
Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.
Dalam
perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah
(Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga
perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti Utsmaniyah Turki.
Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar
biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan seniman
tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai kaligrafer. Mereka
tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia,
maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang
dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh
Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz
Usman. Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal pemerintahan Utsmaniyah
melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya
kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting
adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk
patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal. Gaya ini
biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada
mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad
ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah.
Gaya ini benar-benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan
bersusun-susun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang
lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni
(kerajaan). Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para
muridnya.
3.
Macam-macam
Kaligrafi
1. KHAT
KHAOUFI ( khat dari kaligrafi arab jenis
ini banyak menggunakan penggaris untuk menulisnya karena sebagian besar
hurufnya menggunakan garis lurus ).
2. KHAT
NASKHI ( khat kaligrafi arab model ini banyak digunakan untuk menulis kitab
karena mudah dibaca ).
3. KHAT
RIQ’AH ( sekilas kaligrafi arab dengan khat ini hampir sama dengan khat naskhi,
namun bila dicermati ada beberapa perbedaan ).
4. KHAT
RAIHANI ( kaligrafi arab dengan khat ini banyak menambahkan lengkungan pada
tiap hurufnya, kha jenis ini banyak digunakan oleh seniman islam di Persia ).
5. KHAT
DIWANI JALI ( khat ini juga banyak disukai seniman dari persia, bila sudah
menjadi kalimat kadang susah untuk membacanya ).
6. KHAT
SULUSTS ( khat ini banyak digunakan seniman kaligrafi
arab dari asia karena hurufnya indah dan tidak terlalu sulit untuk dibaca ).
7. KHAT
FARISI ( diperlukan tangan yang trampil dan tidak kaku karena banyak menarik
garis semi lengkung yang panjang ).
8. KHAT
DIWANI ( khat diwani dalam kaligrafi arab jarang digunakan karena bukan hanya
kalimat yang susah dipahami hurufnya juga susah di hafal ).
4.
Jenis-jenis
Perlombaan dalam Kaligrafi dan Contohnya
1. Cabang penulisan
Naskah Al-Qur’an
cabang
ini dalam pelaksanaan MtQ baik di tingkat kabupaten maupun Nasional di kerjakan
dalam waktu 7 jam berikut iastirahat, baik penulisan naskah wajib maupun naskah
pilihan, cabang ini di kerjakan dengan
menggunakan media kertas berukuran 60cmx80cm, ditulis dengan menggunakan khath
naskh untuk karya wajib, sedangkan untuk karya pilihan ditulis dengan cara
menggabungkan berbagai jenis khath kecuali khat naskh. Berikut adalah contoh
penulisan naskah Al-Qur’an wajib.
2.
Cabang Penulisan hiasan mushaf Al-Qur’an
berikut
ini adalan contoh penulisan hiasan Mushaf
3.
Cabang penulisan dekorasi AlQur’an
berikut
ini adalah contoh pemulisan dekorasi Al-Qur’an,
5.
Kaligrafi Kontempoer
Kaligrafi Islam
kontemporer merupakan karya “pemberontakan” atas kaedah-kaedah murni kaligrafi
klasik. Perkembangannya sangat pesat menjejali aneka media dalam bentuk-bentuk
kategori. Mazhab tersebut berusaha lepas dari kelaziman khat atau kaligrafi
murni yang banyak dipegang para khattat di banyak pesantren dan
perguruan-perguruan Islam seperti Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani
Jali, Kufi, dan Riq’ah.
Di antara
ciri-ciri “pelanggaran” yang menunjuk pada bukti kebebasan kreatif yang
menghasilkan gaya berbeda ini dapat disimpulkan dari kemungkinan-kemungkinan
berikut:
1. Sepenuhnya berdiri sendiri sebagai suguhan khas
pelukisnya, dengan mengabaikan samasekali bentuk anatomi huruf khat murni.
Bentuk ini merupakan eksplorasi teknik dan kebebasan ekspresi penuh sang
pelukis.
2. Merupakan kombinasi antara hasil imaji pelukis
dengan gaya murni yang sudah populer. Pada bagian ini, karya kontemporer masih
mewarisi sedikit warisan bentuk tradisionalnya.
3. Gaya kontemporer juga lebih mengarah kepada
kecenderungan tema, yakni karya dwi-matra (dua demensi) maupun tri-matra (tiga
dimensi) yang menghadirkan unsur kaligrafi “secara mandiri” maupun dilatari
unsur lain dalam kesatuan estetik dengan penampilan sebagai gaya ungkapan,
media, dan teknik. Wujud nyata alam pada karya-karya dihadirkan melalui
penggambaran nyata berupa pemandangan benda-benda, peristiwa.
Corak-corak
kaligrafi Islam kontemporer, karenanya, oleh Ismail dan Lamya al-Faruqi dibagi
kepada kategori-kategori tradisional, figural, ekspresionis, simbolik, dan
abstraksionis mutlak.
a.
Kaligrafi Tradisional
Tipe
ini dihasilkan oleh para kaligrafer kontemporer muslim dalam pelbagai gaya dan
tulisan yang telah dikenal generasi kaligrafer terdahulu. Pemakaian kata
“tradisional” menunjukan kesesuaian dengan tradisi khat masa lalu. Pesan-pesan
lebih ditekankan pada pengaturan yang indah dari hruf-huruf ketimbang
menampilkan lukisan kaligrafi dalam bentuk figur-figur alam.
Meskipun
demikian, terdapat juga kaligrafer tradisional yang melukis kaligrafi dalam
pola dedaunan atau motif-motif bunga dan pola-pola geometris. Namun, efek
keseluruhan karya kontemporer kaligrafer tradisional adalah abstrak. Di antara
pelukis kaligrafi dewasa ini yang mewakili kategori tradisional adalah Said
al-Saggar, Muhammad Ali Syakir, Ilham al-Said, Emin Berin, Adil al-Sagir dan
lain-lain.
b.
Kaligrafi Figural
Kaligrafi
kontemporer disebut sebaga “figural” karena ia menggabungkan motif-motif figural
dengan unsur-unsur kaligrafi melalui pelbagai cara dan gaya. Unsur-unsur
figural lazimnya terbatas pada motif-motif daun atau bunga yang dilukiskan atau
dinaturalisasikan agar lebih sesuai dengan sifat abstrak seni kaligrafi Islam.
Figur-figur manusia atau binatang biasanya jarang ditemukan dalam naskah-naskah
al-Quran yang ditulis secara kaligrafis, dalam dekorasi masjid atau madrasah.
Tipe terakhir ini lebih banyak digunakan pada perkakas rumah tangga.
Dalam
tipe figural, kerap terjadi “peleburan” huruf dalam seni lukis masa lalu dan
kontemporer. Dalam desain seperti ini, huruf-huruf diperpanjang atau
diperpendek, melebar dan menyelip atau diperinci dengan perluasan lingkaran,
ikalan atau tanda-tanda tambahan atau sisipan lain yang dibuat agar sesuai
dengan bentuk non-kaligrafis, geometris, floral, fauna atau sosok manusia.
Sayyid Naquib al-Attas merupakan salah seorang tokoh kaligrafer kontemporer
yang banyak menciptakan gaya peleburan kaligraf figural selain Sadiqayin dari
Pakistan.
c.
Kaligrafi Ekspresionis
Kaligarfi
“ekspresions” merupakan tipe ketiga seni kaligrafi kontemporer di dunia Islam
masa kini. Gaya ini, seperti karya-karya kaligrafi waktu-waktu terakhir,
berhubungan degan perkembangan-perkembangan utama dalam estetika Barat.
Meskipun para kaligrafer ekspresionis menggunakan “perbendaharaan kata” warisan
artistik Islam, namun mereka jauh berpindah dari contoh “grammar” kaligrafi
yang asli.
Dalam
karya kaligrafi ekspresionis, pelukisnya berusaha menyampaikan pesan emosional,
visual, dan respon pribadi terhadap obyek-obyek, orang-orang atau peristiwa
yang digambarkan. Buland al-Haidari menggambarkan karya kaligrafi ekspresionis
sebagai usaha menggunakan huruf-huruf sebagai “penyaluran perasaan dan
gagasannya yang paling dalam, dan karena itu dipengaruhi oleh apa yang hidup
dalam kesadarannya”. Ia meyakinkan dalamnya pengaruh semangat Islam yang
mendorong tumbuhnya gagasan dan ilham mencpta sang kaligrafer yang tiada akhir.
Sebagian karya Hassan Massoud (Tunisia), Qutaba Shaikh Nouri Diya al-azawi
(Irak) mewakili orientasi seni khat jenis ini.
d.
Kaligrafi Simbolis
Kategori
keempat kaligrafi Islam kontemporer termasuk apa yang disebut kaligrafi
“simbolis”. Dengan memaksakan penyatuan melalui kombinasi makna-makna, peranan
huruf-huruf sebagai penyampai pesan dinafikan. Bukti dari akulturasi semacam
ini sangat kentara dalam desain-desain kaligrafer kontemporer yang menggunakan
huruf atau kata Arab tertentu sebagai simbol suatu gagasan atau ide-ide yang
kompleks. Misalnya huruf sin diasosiasikan dengan sayf (pedang) atau sikkin
(pisau) yang lazimnya disandingkan bersama penggambaran obyek-obyek asosasi
untuk menyampaikan “pesan-pesan khusus”nya.
Bagi
sebagian kalangan, hampir semua huruf bisa dipahami secara simbolik
(metaforika), meskipun tidak disetujui sebagian yang lain.
e.
Kaligafi Abstrak
Gaya
kelima kaligrafi Islam kontemporer ini disebut al-Faruqi dengan julukan “Khat
Palsu” atau “Khat Kabur Mutlak”, karena menunjukan corak-corak seni yang
menyamai huruf-huruf dan atau perkataan-perkataan tetapi tidak mengandung makna
apapun yang dapat dikaitkan dengannya.
Dengan
menafikan makna linguistik, huruf-huruf tersebut hanya menjadi unsur sesuatu
corak untuk “tujuan-tujuan” seni semata. Melalui penggunaan unsur-unsur abjad
yang berubah-ubah itu, ahli-ahli kaligrafi abstrak mempergunakan huruf-huruf
sebagai corak dan tidak sebagai unsur-unsur suatu pesan.
Muhammad
Ghani, salah seorang tokoh aliran abstak, menggubah-gubah huruf dengan
membenturkannya dengan huruf-huruf sebelum dan sesudahnya, sehingga
meninggalkan kekosongan di kedua sisinya. Yang sangat aktif beruji coba dengan
tipe ini adalah seniman kaligrafi Islam kontemporer Tunisia, Naja al-Mahdawi,
Muhamad Saber Fauzi dan Hossein Zenderoudi (Iran), Kamal Boullata (Yerusalem),
Rashid Korishi (Algeria) dan al-Said Hassan Shakir (Irak) yang lebih banyak
menghasilkan “ukiran” mutlak daripada sesuatu yang dapat dibaca.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kaligrafi
merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat jasmani.
Kaligrafi atau khath, dilukiskan sebagai kecantikan rasa, penasehat pikiran,
senjata pengetahuan, penyimpan rahasia dan berbagai masalah kehidupan. Oleh
sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam tubuh manusia”. Akan
tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa membaca dan “menulis” merupakan
perintah Allah SWT yang pertama diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang
tertuang dalam al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-5.
Sejarah
kaligrafi, pada mulanya tulisan tersebut berdasarkan pada gambar-gambar.
Kaligrafi Mesir Kuno yang disebut Hieroglyph berkembang menjadi Hieratik, yang
dipergunakan oleh pendeta-pendeta Mesir untuk keperluan keagamaan. Dari huruf
Hieratik muncul huruf Demotik yang dipergunakan oleh rakyat umum selama
beberapa ribu tahun. Tulisan yang ditemukan 3200 SM di lembah Nil ini bentuknya
tidak berupa kata-kata terputus seperti tulisan paku, tetapi disederhanakan
dalam bentuk-bentuk gambar sebagai simbol-simbol pokok tulisan yang mengandung
isyarat pengertian yang dimaksud. Kaligrafi bentuk inilah yang diduga sebagai
cikal bakal kaligrafi Arab.
Macam-macam
khat Kaligrafi, terbagi menjadi 8 macam yaitu, Khat Khaufi, Khat Naskhi, Khat
Riq’ah, Khat Raihani, Khat Diwanijali, Khat Suluts, Khat Farisi dan Khat
Diwani. Kaligrafi kontemporer, yang meliputi, kaligrafi Tradisional, kaligrafi
Figural, kaligrafi Ekspresionis, kaligrafi Simbolis dan kaligrafi Abstrak.
B.
Saran
Demikanlah
yang dapat kami sampaikan dan paparkan dalam pembahasan makalah kaligrafi saya.
Saya menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, karena
keterbatasan sumber referensi yang saya gunakan, sehingga saya mengharapkan
saran yang membangun dari para pembaca untuk emningkatkan kualitas makalah ini.
Atas saran yang diberikan saya mengucapkan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar